*SEJARAH SEMAR DI NUSANTARA*
Semar dalam Kitab Sudamala. Menurut Van Stein Callenfels dalam disertasinya sebagaimana dikutip oleh Mulyono, bahwa Kitab Sudamala dengan tegas telah menyebut nama Semar.
Hal ini dapat dilihat pada penggalan bait ke-39 dari kitab tersebut.
“PunSmar hamuwus mangke, hatarimengsun kakang matur ring sang mahadibya mangko, haglis ni Putut matura, ring sang maharesi mangke”.
Artinya:
“Kata-kata dari Putut berbunyi” Inilah Semar yang terhormat, yang diberikan oleh sang pertapa yang baik kepada anda. Sampaikanlah penghormatanku, terimakasihku kepada sang pertapa” (Mulyono, 1982:15-19).
Berdasarkan kutipan tersebut bahwa tokoh Semar paling tidak telah ada sejak zaman Majapahit, yaitu abad ke-XV sebagaimana Kitab Sudamala tersebut ditulis.
Namun demikian, perlu dikritisi lagi bahwa masih terdapat sumber lain yang tampaknya lebih tua dari Kitab Sudamala yang juga menampilkan nama tokoh Semar, yaitu Kitab Gatutkacasraya.
Semar dalam Kitab Gatutkacasraya.
Kitab Gatutkacasraya merupakan karya empu Panuluh pada tahun 1110 Jawa atau 1188 Masehi.
Kitab tersebut juga menampilkan nama “Jurudyah Prasanta Punta” (Mulyono, 1982:21). Nama ‘Jurudyah Prasanta’ ini masih sering dipakai oleh para dalang ketika mendeskripsikan dasanama[3] tokoh Semar.
Berdasarkan penjelasan tersebut menunjukkan bahwa mitos tokoh Semar telah ada sejak dulu, yaitu sekitar abad ke-XI. Dalam hal ini perlu disampaikan pula bahwa menurut Hazeu sebagaimana dikutip oleh Mulyono, tokoh Semar adalah asli berasal dari Indonesia. Dia tidak berasal dari India, dan Semar sama sekali tidak merepresentasikan peranan India. Terlebih perannya yang sekarang, di mana dia hadir bersama nasehat-nasehatnya sebagai sosok pembantu yang dihormati oleh tuannya para Pandawa (1982:25-26).
=======
Mitos tentang asal-usul tokoh Semar juga dapat dilacak dengan mengamati beberapa relief pada bangunan candi. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat relief tokoh abdi atau punakawan yang mengikuti tuannya dalam bangunan candi Jago dan candi Tegowangi.
Candi Jago dibangun pada masa pemerintahan Kertanegara raja di Kerajaan Singosari. Pembangunan candi diperkirakan berlangsung selama kurang lebih 12 tahun (1268M-1280M).
Candi Jago dibangun sebagai pendarmaan bagi Wisnuwardhana yang merupakan ayah dari Kertanegara. Relief yang terpahat dalam dinding bangunan candi Jago adalah cerita Tantri Kamandaka, Kunjarakarna, Anglingdharma, Parthayajna dan Arjuna Wiwaha (Ciptaning) (http://candi.pnri.go.id/jawa_timur/jago/jago.htm; http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jago).
Adapun relief punakawan terdapat pada bagian cerita Parthayajna (Pandawa Dadu).
Di dalam relief tersebut tergambar empat sosok abdi di bawah yang di antaranya memiliki badan pendek dan gemuk. Sayangnya tidak ada sumber yang menjelaskan secara pasti tentang deskripsi kedua tokoh abdi tersebut.
Namun demikian, apabila relief tersebut diperhatikan secara seksama dapat ditafsirkan bahwa keempat abdi tersebut adalah punakawan Pandawa.
Tafsir ini berdasarkan atas bentuk salah satu punakawan tersebut yang memiliki hidung panjang, yaitu tokoh Petruk. Artinya, ketiga tokoh lainnya adalah Semar, Gareng, dan Bagong. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa tokoh Semar sudah ada pada sekitar abad ke-XIII.
Adapun candi Tegowangi dibangun pada akhir abad ke-XIV atas perintah raja Hayam Wuruk (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Tegowangi).
Adanya relief tentang Sudamala mengindikasikan bahwa tujuan dari dibangunnya candi tersebut adalah untuk upacara ruwatan.
Di dalam relief Sudamala tergambar dua tokoh yang tampaknya adalah seorang abdi. Salah satunya memiliki badan gemuk dan pendek seperti halnya bentuk tokoh Semar.
Apabila merujuk pada isi Kitab Sudamala yang menuliskan bahwa di dalamnya terdapat tokoh Semar, maka dapat ditafsirkan bahwa relief abdi tersebut salah satunya menggambarkan tokoh Semar.
Dengan demikian, lagi-lagi tokoh Semar hadir pada sekitar akhir abad ke-XIV pada masa raja Hayam Wuruk.
=======
*BAHKAN SEMAR SUDAH ADA SEJAK JAMAN PRASEJARAH*
Bangsa Kekar Tiang disebut sebagai pembangun peradaban di Gunung Padang. Penelitian arkeolog UI Ali Akbar, bangsa Kekar Tiang ini juga hadir di situs Gunung Tangkil di kawasan Pelabuhan Ratu.
Ali mengungkapkan, temuan di situs Pelabuhan Ratu, yang berupa punden berundak ternyata memang menggunakan batuan kekar tiang atau columnar joint.
"Mereka pastinya masyarakat yang mendiami wilayah Jawa bagian barat," jelas Ali, Selasa (26/7/2016).
Bangunan punden berundak di Pelabuhan Ratu, kemudian temuan situs kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi dan Gunung Padang Cianjur diduga merupakan satu kesatuan. Punden berundak ini digunakan masyarakat kala itu untuk beribadah. Tak heran di situs Pelabuhan Ratu juga ditemukan arca Semar walau dengan bentuk yang masih kasar.
"Semar asli Indonesia. Berdasarkan bukti artefak ternyata terdapat bukti bahwa Semar telah dikenal sejak periode yang lebih tua, yakni prasejarah," ujar dia.
Gambar mirip Semar juga ditemukan di batuan Menhir di situs purbakala Batu Naga di Kabupaten Kuningan. Ali mengungkapkan, Semar memang sudah ada sejak era sebelum Hindu Budha masuk.
"Banyak mitos soal Semar ini. Biasanya mitos tersebut terkait Batara Tunggal dan juga Togog," tutup Ali.
Peninggalan sejaran arca Semar kini disimpan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukabumi. Temuan-temuan artefak lainnya juga sudah diselamatkan dari gangguan tangan jahil.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/3261457/bangsa-kekar-tiang-pembuat-arca-semar-hingga-bangun-kawasan-gunung-padang/
Semar dalam Kitab Sudamala. Menurut Van Stein Callenfels dalam disertasinya sebagaimana dikutip oleh Mulyono, bahwa Kitab Sudamala dengan tegas telah menyebut nama Semar.
Hal ini dapat dilihat pada penggalan bait ke-39 dari kitab tersebut.
“PunSmar hamuwus mangke, hatarimengsun kakang matur ring sang mahadibya mangko, haglis ni Putut matura, ring sang maharesi mangke”.
Artinya:
“Kata-kata dari Putut berbunyi” Inilah Semar yang terhormat, yang diberikan oleh sang pertapa yang baik kepada anda. Sampaikanlah penghormatanku, terimakasihku kepada sang pertapa” (Mulyono, 1982:15-19).
Berdasarkan kutipan tersebut bahwa tokoh Semar paling tidak telah ada sejak zaman Majapahit, yaitu abad ke-XV sebagaimana Kitab Sudamala tersebut ditulis.
Namun demikian, perlu dikritisi lagi bahwa masih terdapat sumber lain yang tampaknya lebih tua dari Kitab Sudamala yang juga menampilkan nama tokoh Semar, yaitu Kitab Gatutkacasraya.
Semar dalam Kitab Gatutkacasraya.
Kitab Gatutkacasraya merupakan karya empu Panuluh pada tahun 1110 Jawa atau 1188 Masehi.
Kitab tersebut juga menampilkan nama “Jurudyah Prasanta Punta” (Mulyono, 1982:21). Nama ‘Jurudyah Prasanta’ ini masih sering dipakai oleh para dalang ketika mendeskripsikan dasanama[3] tokoh Semar.
Berdasarkan penjelasan tersebut menunjukkan bahwa mitos tokoh Semar telah ada sejak dulu, yaitu sekitar abad ke-XI. Dalam hal ini perlu disampaikan pula bahwa menurut Hazeu sebagaimana dikutip oleh Mulyono, tokoh Semar adalah asli berasal dari Indonesia. Dia tidak berasal dari India, dan Semar sama sekali tidak merepresentasikan peranan India. Terlebih perannya yang sekarang, di mana dia hadir bersama nasehat-nasehatnya sebagai sosok pembantu yang dihormati oleh tuannya para Pandawa (1982:25-26).
=======
Mitos tentang asal-usul tokoh Semar juga dapat dilacak dengan mengamati beberapa relief pada bangunan candi. Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat relief tokoh abdi atau punakawan yang mengikuti tuannya dalam bangunan candi Jago dan candi Tegowangi.
Candi Jago dibangun pada masa pemerintahan Kertanegara raja di Kerajaan Singosari. Pembangunan candi diperkirakan berlangsung selama kurang lebih 12 tahun (1268M-1280M).
Candi Jago dibangun sebagai pendarmaan bagi Wisnuwardhana yang merupakan ayah dari Kertanegara. Relief yang terpahat dalam dinding bangunan candi Jago adalah cerita Tantri Kamandaka, Kunjarakarna, Anglingdharma, Parthayajna dan Arjuna Wiwaha (Ciptaning) (http://candi.pnri.go.id/jawa_timur/jago/jago.htm; http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jago).
Adapun relief punakawan terdapat pada bagian cerita Parthayajna (Pandawa Dadu).
Di dalam relief tersebut tergambar empat sosok abdi di bawah yang di antaranya memiliki badan pendek dan gemuk. Sayangnya tidak ada sumber yang menjelaskan secara pasti tentang deskripsi kedua tokoh abdi tersebut.
Namun demikian, apabila relief tersebut diperhatikan secara seksama dapat ditafsirkan bahwa keempat abdi tersebut adalah punakawan Pandawa.
Tafsir ini berdasarkan atas bentuk salah satu punakawan tersebut yang memiliki hidung panjang, yaitu tokoh Petruk. Artinya, ketiga tokoh lainnya adalah Semar, Gareng, dan Bagong. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa tokoh Semar sudah ada pada sekitar abad ke-XIII.
Adapun candi Tegowangi dibangun pada akhir abad ke-XIV atas perintah raja Hayam Wuruk (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Tegowangi).
Adanya relief tentang Sudamala mengindikasikan bahwa tujuan dari dibangunnya candi tersebut adalah untuk upacara ruwatan.
Di dalam relief Sudamala tergambar dua tokoh yang tampaknya adalah seorang abdi. Salah satunya memiliki badan gemuk dan pendek seperti halnya bentuk tokoh Semar.
Apabila merujuk pada isi Kitab Sudamala yang menuliskan bahwa di dalamnya terdapat tokoh Semar, maka dapat ditafsirkan bahwa relief abdi tersebut salah satunya menggambarkan tokoh Semar.
Dengan demikian, lagi-lagi tokoh Semar hadir pada sekitar akhir abad ke-XIV pada masa raja Hayam Wuruk.
=======
*BAHKAN SEMAR SUDAH ADA SEJAK JAMAN PRASEJARAH*
Bangsa Kekar Tiang disebut sebagai pembangun peradaban di Gunung Padang. Penelitian arkeolog UI Ali Akbar, bangsa Kekar Tiang ini juga hadir di situs Gunung Tangkil di kawasan Pelabuhan Ratu.
Ali mengungkapkan, temuan di situs Pelabuhan Ratu, yang berupa punden berundak ternyata memang menggunakan batuan kekar tiang atau columnar joint.
"Mereka pastinya masyarakat yang mendiami wilayah Jawa bagian barat," jelas Ali, Selasa (26/7/2016).
Bangunan punden berundak di Pelabuhan Ratu, kemudian temuan situs kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi dan Gunung Padang Cianjur diduga merupakan satu kesatuan. Punden berundak ini digunakan masyarakat kala itu untuk beribadah. Tak heran di situs Pelabuhan Ratu juga ditemukan arca Semar walau dengan bentuk yang masih kasar.
"Semar asli Indonesia. Berdasarkan bukti artefak ternyata terdapat bukti bahwa Semar telah dikenal sejak periode yang lebih tua, yakni prasejarah," ujar dia.
Gambar mirip Semar juga ditemukan di batuan Menhir di situs purbakala Batu Naga di Kabupaten Kuningan. Ali mengungkapkan, Semar memang sudah ada sejak era sebelum Hindu Budha masuk.
"Banyak mitos soal Semar ini. Biasanya mitos tersebut terkait Batara Tunggal dan juga Togog," tutup Ali.
Peninggalan sejaran arca Semar kini disimpan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukabumi. Temuan-temuan artefak lainnya juga sudah diselamatkan dari gangguan tangan jahil.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/3261457/bangsa-kekar-tiang-pembuat-arca-semar-hingga-bangun-kawasan-gunung-padang/
Komentar
Posting Komentar