API KUNDALINI, BHAIRAWI DAN BHAIRAWA
Jika kita telaah secara hati-hati dengan berpegang pada teks-teks Tantra tradisional [bukan hasil interpretasinya] lalu membandingkan ajaran soal Kundalini ini dengan banyak metodelogi Yoga di Bali, kita akan tercengang dengan betapa kayanya tradisi spiritual Bali dengan teknik yoga.
Tapi mari kita bahas satu persatu. Malam ini adalah malam Bulan Penuh. Bulan dalam bahasa Kawinya adalah "Chandra", dan berkaitan dengan "Soma" yang juga dideskripsikan sebagai "Amrta". Kata Chandra mengingatkan pada judul teks lontar, "Chandra Bhairawa", sementara Soma mengingatkan pada "Kakawin Sutasoma", Sang Pangeran Rembulan yang menerima anugerah Durga-Bhairawi. Sedangkan kata Amrta juga sering disebut-sebut dalam lontar, lengkapnya "Amrta Kundalini", yang artinya "amreta yg muncul dari pengolahan api".
Apa itu Kundalini?
Kundalini adalah "api", soal bagaimana membangkitkan api suci dalam diri yang konon diwujudkan melingkar di Chakra Dasar.
Nama lain Dewi Kundalini adalah Bhairawi, dewi api pemusnah. Apa yang dimusnahkan? Segala keterbatasan diri hasil bentukan Ahangkara, melampaui diri dan mewujudkan diri menjadi Shiwa, Sang Kesadaran Sejati.
Kata "Bhairawi" berarti "menakutkan", dan ia menakutkan bagi ego. Ego selalu ingin meng-ada-kan dirinya, sedangkan Bangkitnya Api Bhairawi/ Kundalini adalah tanda ke-tiada-an diri.
Dalam sebuah teks lontar dikatakan, "Durga Bhairawi adalah hyang-nya Pengiwa", dewinya ilmu Pengiwa (Pengleakan) .
Apa itu Ilmu Pengiwa?
Menurut yang tersurat dalam teks lontar, Pengiwa adalah "Ilmu Api": bagaimana membangkitkan api dalam diri dan memberdayakannya untuk kebahagiaan di dunia (jagadhitta) maupun pelepasan (mokshartam).
Ada beberapa teks Pengiwa yang berisi instruksi detail yoga, yang jika ditelaah merupakan metodelogi Kundalini Yoga.
Tentu, sekali lagi perlu sy ingatkan, untuk memahami Kundalini secara tradisional, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab kuno jauh sebelum berbagai interpretasi Barat terhadap Kundalini ala "new age", sebagaimana sekarang memenuhi internet, kita perlu mengosongkan diri dari apa yang kita pikir kita tau tentang Kundalini.
Kundalini bukan sekedar "ular" di Chakra Dasar yang kemudian "bangkit" melalui setiap 7 Chakra sampai di Chakra Mahkota.
Sistem 7 Chakra adalah sistem yang relatif "baru", sama seperti banyak sistem yoga yang saat ini berkembang. Dan sistem baru inilah yang kemudian diinterpretasikan "Ala Barat" sehingga tentu tidak mungkin kita bisa memahami keilmuan Nusantara kuno dengan pemikiran yang sudah dipermak seperti ini. Kita juga akan perlu mengulas Pengiwa bukan dari perpspektif Entertainment sebagaimana dihadirkan oleh "Calonarang" dan "Basur".
Kembali ke Hyang Durga-Bhairawi, beliau diyakini berstana di "pemuhun sétra", tempat dimana mayat dibakar menjadi abu oleh api. Mereka yang belajar Pengiwa biasanya akan diajak ke Setra untuk "membangkitkan api".
Untuk memahami Tantra secara utuh kita wajib memahami dua hal: Kundalini dan Api. Api adalah simbol transformasi: saat mayat dibakar dengan api eksternal maka terjadi transformasi dari tubuh "sekala" menjadi "niskala", dari ada menjadi tiada. Demikian pula saat Hyang Bhairawi yang adalah api kundalini dinyalakan, maka kita akan mengalami transformasi dari tubuh stula ke suksma, melalui dimensi dari Jagrapada ke Turyapada [penjelasan istilah-istilah ini sudah ada di Buku Meditasi Tantra].
Jika ditelaah konsep ini sejatinya perjalanan Kundalini bukan selalu "naik", namun "masuk" dan mengalami dimensi-dimensi diri yang lebih halus, sampai mengalami Yang Maha Halus (paramasuksma).
Saat segala batasan dibakar oleh api Hyang Durga-Bhairawi, maka ahangkara bertransformasi menjadi Siwa-Bhairawa, menjadi Sang Kesadaran Murni. Bhairawi adalah "api", sedangkan Bhairawa adalah "Amrta", jika api dipanaskan maka amrta atau Soma akan menetes.
Saat segala batasan dibakar, maka banyak hal bisa dimungkinkan, banyak pencapaian bisa diraih, atau dengan kata lain manusia menjadi "Siddhi". Siddhi berarti "penuh", dan kita menjadi penuh saat batasan ilusi yang membuat kita melihat diri sebagai kepingan terbakar habis.
Tentu saja menjabarkan konsep dan menuliskan teorinya mudah, namun untuk mengalaminya bisa jadi sangat sulit (meski tidak selalu). Sayangnya Tantra menekankan pada "pengalaman" bukan sebatas "pengetahuan"
Jika kita telaah secara hati-hati dengan berpegang pada teks-teks Tantra tradisional [bukan hasil interpretasinya] lalu membandingkan ajaran soal Kundalini ini dengan banyak metodelogi Yoga di Bali, kita akan tercengang dengan betapa kayanya tradisi spiritual Bali dengan teknik yoga.
Tapi mari kita bahas satu persatu. Malam ini adalah malam Bulan Penuh. Bulan dalam bahasa Kawinya adalah "Chandra", dan berkaitan dengan "Soma" yang juga dideskripsikan sebagai "Amrta". Kata Chandra mengingatkan pada judul teks lontar, "Chandra Bhairawa", sementara Soma mengingatkan pada "Kakawin Sutasoma", Sang Pangeran Rembulan yang menerima anugerah Durga-Bhairawi. Sedangkan kata Amrta juga sering disebut-sebut dalam lontar, lengkapnya "Amrta Kundalini", yang artinya "amreta yg muncul dari pengolahan api".
Apa itu Kundalini?
Kundalini adalah "api", soal bagaimana membangkitkan api suci dalam diri yang konon diwujudkan melingkar di Chakra Dasar.
Nama lain Dewi Kundalini adalah Bhairawi, dewi api pemusnah. Apa yang dimusnahkan? Segala keterbatasan diri hasil bentukan Ahangkara, melampaui diri dan mewujudkan diri menjadi Shiwa, Sang Kesadaran Sejati.
Kata "Bhairawi" berarti "menakutkan", dan ia menakutkan bagi ego. Ego selalu ingin meng-ada-kan dirinya, sedangkan Bangkitnya Api Bhairawi/ Kundalini adalah tanda ke-tiada-an diri.
Dalam sebuah teks lontar dikatakan, "Durga Bhairawi adalah hyang-nya Pengiwa", dewinya ilmu Pengiwa (Pengleakan) .
Apa itu Ilmu Pengiwa?
Menurut yang tersurat dalam teks lontar, Pengiwa adalah "Ilmu Api": bagaimana membangkitkan api dalam diri dan memberdayakannya untuk kebahagiaan di dunia (jagadhitta) maupun pelepasan (mokshartam).
Ada beberapa teks Pengiwa yang berisi instruksi detail yoga, yang jika ditelaah merupakan metodelogi Kundalini Yoga.
Tentu, sekali lagi perlu sy ingatkan, untuk memahami Kundalini secara tradisional, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab kuno jauh sebelum berbagai interpretasi Barat terhadap Kundalini ala "new age", sebagaimana sekarang memenuhi internet, kita perlu mengosongkan diri dari apa yang kita pikir kita tau tentang Kundalini.
Kundalini bukan sekedar "ular" di Chakra Dasar yang kemudian "bangkit" melalui setiap 7 Chakra sampai di Chakra Mahkota.
Sistem 7 Chakra adalah sistem yang relatif "baru", sama seperti banyak sistem yoga yang saat ini berkembang. Dan sistem baru inilah yang kemudian diinterpretasikan "Ala Barat" sehingga tentu tidak mungkin kita bisa memahami keilmuan Nusantara kuno dengan pemikiran yang sudah dipermak seperti ini. Kita juga akan perlu mengulas Pengiwa bukan dari perpspektif Entertainment sebagaimana dihadirkan oleh "Calonarang" dan "Basur".
Kembali ke Hyang Durga-Bhairawi, beliau diyakini berstana di "pemuhun sétra", tempat dimana mayat dibakar menjadi abu oleh api. Mereka yang belajar Pengiwa biasanya akan diajak ke Setra untuk "membangkitkan api".
Untuk memahami Tantra secara utuh kita wajib memahami dua hal: Kundalini dan Api. Api adalah simbol transformasi: saat mayat dibakar dengan api eksternal maka terjadi transformasi dari tubuh "sekala" menjadi "niskala", dari ada menjadi tiada. Demikian pula saat Hyang Bhairawi yang adalah api kundalini dinyalakan, maka kita akan mengalami transformasi dari tubuh stula ke suksma, melalui dimensi dari Jagrapada ke Turyapada [penjelasan istilah-istilah ini sudah ada di Buku Meditasi Tantra].
Jika ditelaah konsep ini sejatinya perjalanan Kundalini bukan selalu "naik", namun "masuk" dan mengalami dimensi-dimensi diri yang lebih halus, sampai mengalami Yang Maha Halus (paramasuksma).
Saat segala batasan dibakar oleh api Hyang Durga-Bhairawi, maka ahangkara bertransformasi menjadi Siwa-Bhairawa, menjadi Sang Kesadaran Murni. Bhairawi adalah "api", sedangkan Bhairawa adalah "Amrta", jika api dipanaskan maka amrta atau Soma akan menetes.
Saat segala batasan dibakar, maka banyak hal bisa dimungkinkan, banyak pencapaian bisa diraih, atau dengan kata lain manusia menjadi "Siddhi". Siddhi berarti "penuh", dan kita menjadi penuh saat batasan ilusi yang membuat kita melihat diri sebagai kepingan terbakar habis.
Tentu saja menjabarkan konsep dan menuliskan teorinya mudah, namun untuk mengalaminya bisa jadi sangat sulit (meski tidak selalu). Sayangnya Tantra menekankan pada "pengalaman" bukan sebatas "pengetahuan"

Komentar
Posting Komentar