_*Manusia Alam*_
Mari berguru pada alam. Guru yg berasal dari tanah tinggal di hisung. Yg dikuasainya adalah ilmu bau. Guru tanah di hidung menjelaskan mengaap hidung menghadap ke bawah. Penjelasannya, karena dari unsur tanah di bawah asal semua bau. Banyak hal diajarkan oleh guru tanah di hidung. Misalnya, ada tiga lubang hidung. Lubang kiri, lubang kanan, dan lubang di tengah-tengah. Yg dimaksudkan lubang di tengah-tengah adalah lubang di ujung hidung (tungtunging grana). Lubang kiri kanan selalu dalam keadaan terbuka. Sedangkan lubang di tengah-tengah keadaannya tertutup. Agar bau tidak masuk, lubang yg terbuka itu ditutup. Agar amerta turun dari langit ke bumi, lubang yg tertutup itu dibuka. Yg disebut langit adalah bagian atas kepala. Yg disebut bumi adalah bagian dari lidah ke bawah. Amerta turun dari langit ke bumi melalui ujung hidung dan ujung lidah. Guru tanah di hidung adalah dewa. Pemujaan kepadanya dilakukan dengan mempertemukan kedua ujung pandangan di ujung hidung. Pertemuan itu membentuk sebuah segi tiga. Dua sudutnya di kedua mata. Satu sudutnya lagi tepat di ujung hidung. Begitulah salah satu pelajaran kalau kita berguru pada hidung.
Mari berguru pada alam. Giru yg berasal dari air tinggal di lidah. Yg dikuasainya adalah ilmu rasa dan ilmu bahasa. Dalam bahasa Bali, rasa dan bahasa dinyatakan dalam satu kata, yaitu *bhasa*. Guru air Di lidah mengajarkan kepada kita mengapa lidah tidak pernah kering. Juga dijelaskan mengapa lidah tidak bertulang, sehingga bisa berkata-kata. Rasa dan bahasa sama-sama berasal dari guru air di lidah. Semua lidah basah. Karena semua rasa dan kata berhubungan dengan air. Kalau lidah di potong, dewa lidah pun pergi dari sana. Seketika itu manusia tidak bisa merasakan rasa, dan tidak bisa mengucapkan kata, apabila air menghilang dari lidah, pertanda kematian akan tiba. Guru air di lidah adalah dewa. Penujaan kepadanya dilakukan dengan cara tidak makan, tidak minum, dan tidak berbicara. Tidak makan tidak minum disebut *upawasa*. Tidak berbicara disebut *monabrata*. Bergitulah salah satu pelajaran kalau berguru pada lidah.
Mari berguru pada alam. Guru yg berasal dari api tinggal di mata. Yg dikuasainya adalah ilmu sinar. Guru api di mata mengajarkan kepada kita mengapa mata bersinar-sinar. Sinar itulah yg melahirkan rupa dan warna yg kelihatan di hadapan mta. Banyak hal diajarkan oleh guru api di mata. Salah satu ajarannya adalah tentang api di dalam air. Itulah sebabnya mata yg berair-air bisa sekaligus berapi-api. Ada dua mt air di dua lubang mata. Kedua lubnag itu tidak kelihatan dasarnya. Kedua mata air itu dalam tradisi Bali disebut sumur kembar. Kalu mat air di dasar sumur itu kering, maka akan keringlah permukaan mta. Permukaan mata diibaratkan sepasang telaga di langit kepala. Kalau telaga mata kering, maka hilnglah sinar di mata. Itu berarti guru api di mta sudah menghilang. Bersamaan dengan menghilangnya dewa itu, maka mata tidak lagi melihat rupa dan warna. Begitulah salah satu pelajaran kalau berguru pada mata.
Mari berguru pada alam. Guru yg berasaldari angin tinggal di kulit. Yg dikuasainya adalah ilmu sentuhan (sparsa). Guru angin di kulit menjelaskan kepada kita mengapa tubuh ini dibungkus kulit dari ubun-ubun sampai ke telapak kaki. Kulit itu adalah selaput yg memisahkan tubuh dengan segala sesuatu yg ada di luar tubuh. Atau, dengan lain perkataan, kulit adalah selaput yg menghubungkan tubuh dengan segala yg ada di luar tubuh. Baik memisahkan maupun menghubungkan, kulit adalah daerah perbatasan. Di daerah perbatasan biasanya orang berjaga. Segala yg masuk dan keluar akan melintasi perbatasan kulit. Guru angin di kulit adalah dewa. Kalau dewa itu menghilang, maka kulit akan merasakan sentuhan. Kalau diusap-usap, tidak akan ada bunyi terdengar. Bukan karena kuping tuli, tapi karena kulit sudah mati. Salah satu pertanda akan datangnya kematian apabila kulit tidak berbunyi kalau digosok pakai tangan. Begitulah salah satu pelajaran kalau berguru pada kulit.
Mari berguru pada alam. Guru yg berasal dari udara tinggal di kuping. Yg dikuasainya adalah ilmu sabda. Ada sabda tanpa suara. Ada sabda dengan suara. Guru udara di kuping mengajarkan sabda tanpa suara. Salah satu contoh sabda tanpa suara adalah apa yg didengar di dalam mimpi ketika tidur. Sedangkan pada saat tidak tidur, sabda tanpa suara terjadi di dalam pikiran. Sruti dan Smert adalah *produk* dari sabda tanpa suara. Sruti berarti apa yg didengar. Smerti berarti apa yg diingat. Guru udara di kuping juga mengajarkan sabda dengan suara. Salah satu contohnya adalah bunyi dengung ketika kuping ditutup rapat dengan kedua telapak tangan. Bunyi dengung itu memberitahu kita tanda kematian. Kalau bunyi itu hilang, atau tidak pernah lagi terdengar, maka bersiap-siaplah karena kematian sudah dekat. Guru udara yg ada di kuping adalah dewa. Kalau dewa itu pergi, kuping akan tuli. Begitulah salah satu pelajaran kalau berguru pada kuping.
Itulah lima guru yg paling dekat dengan tubuh kita. Kelima guru itu berguru satu sama lain.
Guru tanah berguru kepada air. Karena dari air tanah berasal.
Guru air berguru kepada api. Karena dari api air berasal.
Guru api berguru kepada angin. Karena dari angin api berasal.
Guru angin berguru kepada udara. Karena dari udara angin berasal.
Lalu, pada siapakah udara berguru?
Udara berguru pada yg ada di atasnya. Karena udara berasal dari yg ada di atasnya.
Apa yg ada di atas udara?
Yang ada di atas udara adalah *akasha tan pasabda* atau udara tanpa suara. Istilah teknis udara adalah *akasha*. Sifat akasha adalah sabda. Ada dua macam akasha. Pertama, akasha dengan sabda. Kedua, akasha tanpa sabda.
Akasha dengan sabda lebih kasar dibandingkan dengan akasha tanpa sabda. Karena lebih kasar, mka ia lebih berat. Karena lerat, maka ia lebih dekat ke bumi. Akasha dengan sabda adalah langitnya bumi. Ia adalah unsur tertinggi dari panca mahabhuta. Tempatnya di rongga kepala kalau di dalam tubuh.
Akasha tanpa sabda lebih ringan. Karena ringan, maka tempatnya lebih di atas. Karena lebih di atas, mak ia lebih jauh dari bumi. Akasha tanpa sabda itulah yg disebut *akasha nirmala sunyam* atau udara yg suci nirmala. Nirmala shunyam adalah sifat dewa Shiwa. Jadi kesimpulannya, udara berguru pada Shiwa yg ada di atasnya. Tempatnya berjarak duabelas ruas jari di atas ubun-ubun.
Bagaimana cara belajar pada guru yg dekat-dekat itu? Banyak jalan menuju tubuh. Tergantung bagaimana cara kita memandangnya. Kalau kelima guru itu dipandang berurutan dari luar ke dalam, maka kita belajr dari lapis palinh luar terus sampai pada lapis paling dalam. Diibaratkan memasuki sebuah gua rahasia. Dalam shastra gua itu disebut *guhya hredaya*. Lapis terluar tubuh adalah kulit dan daging yg berasal dari tanah. Lapis terdalam adalah udara yg ada di dalam urat jantung. Ada pula yg mengatakan bahwa lapis terdalam adalah inti sari dari sumsum.
Ada pandangan bahwa kelima guru itu berurutan secara vertikal atas-bawah. Pandangan ini mengibaratkan proses belajar seperti mendaki gunung. Tanah dan bau sebagdasar gunung. Udara dan bunyi sebagai puncak gunung. Air, api, dan angin sebagai lereng-lerengnya. Kalau air menjadi lereng kanan. Maka api menjadi lereng kiri. Sedangkan angin terdaapt di tengah-tengah. Posisi tengah itulah yg menghubungkan kiri dan kanan. Dengan lain perkataan, kiri dan kanan dipisahkan oleh tengah-tengah. Menempuh jalur kiri belum tentu akan mengetahui kanan. Menempuh jalur kanan belum tentu paham kiri. Sedangkan kalau menempuh jalur tengah, kiri dan kanan akan didapatkan dengan sendirinya.
Ada pandangan lain tentang arah berguru. Berguru diibaratkan sebuah perjalanan dari ujung barat ke ujung timur. Di jagat raya ujung timur adalah tempat terbitnya matahari. Sedangkan ujung barat adalah tempat terbenamnya matahari. Di jagat tubuh, ujung barat adalah telapak kaki. Ujung timur adalah ubun-ubun. Kalau kita berdiri, maka telapak kaki kaki paling dekat dengan tanah, dan ubun-ubun paling dekat dengan langit. Kalau kita rebah terlentang dengan posisi kepala di timur dan kaki di barat, maka matahati terbit di ubun-ubun, dan terbenam di telapak kaki. Dari telapak kaki ke ubun-ubun adalah proses berguru dari tanah ke udara.
Ada pandangan lain. Berguru dilakukan dengan cara berput5. Intinya adalah sebuah lingka. Jagat raya adalah lingkaran nesar. Jagat tubuh adalah lingkaran kecil. Organ-organ tubuh diposisikan berdasarkan arah mata angin. Jantung di timur, Ginjal di barat. Hati di selatan, Nyali di utara. Kalau ditarik garis timur-barat dan garis selatan-utara, maka terbentuklah tanda tambah (+). Paru-paru di tenggara berhadap-hadapan dengan limpa di barat laut. Usus di barat daya berhadap-hadapan dengan sekat rongga dada di timur laut. Kalau ditarik garis dari tenggara ke barat laut, dan ditarik garis dari barat daya ke timur laut, maka akan terbentuk tanda silang (X). Kalau tanda tambah (+) ditumpuk dengan tanda kali (x), maka terbentuklah garis-garis yg menunjukkan delapan penjuru mata angin. Kalau kedelapan titik itu disusuri satu persatu secar berurutan akan terbentuklah sebuah lingkaran. Dari titik mana memulai, di titik itu akan mengakhiri. Itulah makna berputar. Titik awal disebut asal. Titik akhir disebut tujuan. Asal dan tujuan adalah sama. Asal kita Brahman. Bagian tubuh yg berasal dari tanah akan kembali ke tanah. Yg berasal dari air kembali ke air. Yg berasal dari api kembali ke api. Angin kembali ke angin. Udara kembali ke udara. Yg berasal dari *tidak ada* kembali ke tidak ada.
Inti pesannya, janganlah kita tidak berguru. Para dewa saja terus berguru. Gurunya bernama Bhatara Guru. Manusia tidak beda dengan dewa, walau tidak juga persis sama. Kalau diibaratkan gunung, Bhatara Guru ada di puncaknya. Kalau diibaratkan gua, Bhatara Guru ada di rongga terdalamnya. Kalau diibaratkan lingkaran, Bhatara Guru di titik tengahnya.
*Siapakah Bhtara Guru itu?*
Kata shastra, Bhatar Guru adalah gurunya para dewa. Kata tattwa, Bhatara Guru adalah Shiwa.
*Apakah shastra dan tattwa membuat kita tahu Bhatara Guru?*
_*Tidak!*_
Bhatara Guru tidak bisa diketahui hanya karena diberitahu. Ingatlah, tidak ada orang mengetahui asinnya rasa garam hanya karena diberitahu oleh seribu buku dan sejuta buku.
Rahayu.
Komentar
Posting Komentar