_*Manusia Bhuta*_
Ada lima jenis bhuta yang pokok. Urutannya dari atas ke bawah adalah : udara, angin, api, air, dan tanah. Kelimanya dinamakan Panca Mahabhuta Tattwa. Ada beberapa cara membaca urutan Panca Mahabhuta itu. Apabila dibaca dari atas ke bawah, maka pembacaannya menjadi seperti berikut ini. Dari udara muncullah angin. Dari angin muncullah api. Dari api muncullah air. Dan dari air muncullah tanah.
Urutan dari atas ke bawah seperti ini adalah evolusi penciptaan. Bhuta yg ada di atas menciptakan bhuta yg ada di bawahnya. Oleh karena itu, bhuta yg ada di bawah mengandung unsur bhuta yg ada di atasnya. Jadi, tanah sebagai bhuta yg ada paling bawah mengandung semua unsur bhuta yg ada di atasnya.
Kalau dibaca dari bawah ke atas, maka itu adalah proses peleburan atau prelina. Pembacaannya kurang lebih menjadi seperti berikut ini. Tanah lebur ke dalam air. Air lebur ke dalam api. Api lebur ke dalam angin. Dan angin lebur ke dalam udara. Dalam banyak pustaka, konsep peleburan ini disebut *mulih,* yg berarti pulang. Maksudnya, bhuta yg ada di bawah kembali ke asalnya, yaitu bhuta yg ada di atasnya.
Apabila dipasangkan pada tubuh manusia, maka pembacaannya kurang lebih seperti berikut ini. Jika tidak ada udara, maka akan matilah angin di dalam tubuh, karena angin berasal dari udara. Contoh angin di dalam tubuh adalah nafas. Tanpa nafas maka tubuh dinyatakan mati. Ketika mati, tubuh disebut mayat atau jasad, bahkan sering disebut bangkai. Karena sudah tidak ada angin (nafas) di dalam jasad, maka akan matilah api di dalam jasad itu, karena api berasal dari angin. Itulah sebabnya tidak lama setelah hilangnya nafas, hilanglah panas tubuh. Itu sebabnya jasad menjadi dingin, karena api yg menghangatkannya sudah padam.
Apabila tidak ada api, maka akan matilah air di dalam jasad, karena air berasal dari api. Bahwa air mati di dalam jasad dibuktikan dengan tidak lagi ada darah pada jasad. Darah menguap bersamaan dengan hilangnya hawa panas. Dibedah sekalipun tidak akan ditemukan darah dalam jasad. Apabila air sudah mati, maka akan matilah tanah, karena tanah berasal dari air. Tanah dalam tubuh manusia adalah daging. Bahwa tanah sudah mati, dibuktikan dengan mengurainya daging jasad. Daging mengurai menjadi air. Air menguap ke dalam panas api. Panas hilang bersamaan dengan berlalunya angin. Angin pun mati ketika udara diam.
Seperti itulah kurang lebih bacaan Panca Mahabhuta di dalam tubuh. Itu baru salah satu model pembacaan. Masih ada pembacaan yg lainnya. Namun satu contoh pembacaan itu kiranya sudah cukup untuk mengatakan bahwa tubuh manusia terbentuk dari kelima jenis bhuta itu. Maka tidak perlu dipertanyakan lagi, manusia sesungguhnya berasal dari Panca Mahabhuta. Kelima bhuta itu termodifikasi sedemikian rupa menjadi satu sosok manusia bhuta.
Bahwa manusia sesungguhnya adalah bhuta, dengan sangat jelas ditunjukkan oleh pustaka-pustaka yg berisi ajaran Kanda Pat, ajaran Kanda Pitu, dan termasuk ajaran Kanda Sanga. Yg disebutkan terakhir, yaitu Kanda Sanga, adalah salah satu ilmu andalan I Gde Macaling, seorang tokoh legendaris yg pernah berkuasa di Nusa Penida. Yg disebut pertama, yaitu Kanda Pat, adalah ajaran pra-Hindu yg sangat memasyarakat, bukan hanya di Nusantara, tapi juga dikenal diberbagai bangsa berperadaban kuno di dunia. Sedangkan yg disebutkan kedua, Kanda Pitu, adalah percabangan ajaran yoga dalam shastra Jawa Kuni, dengan menambahkan _*meme*_ (ibu) dan _*bapa*_ (ayah) pada Kanda Pat.
Dalam pustaka yg berisi ajaran _*Kanda-kanda*_ manusia itulah ditunjukkan bahwa sesungguhnya manusia adalah bhuta. Kata _kanda_ berarti bagian. Di dalam masyarakat istilah _kanda_ lebih umum diartikan saudara (nyama).
Pustaka Kanda Pat dengan sangat jelas menyebutkan bahwa karena manusia adalah bhuta, maka saudara-saudara mistisnya adalah juga bhuta. Misalnya ada yg bernama bhuta Anggapati, ada berjulukan bhuta Mrajapati, bhuta Banaspati, dan bhuta Banaspatiraja. Manusia sendiri disebut bhuta Dengen, posisinya ada di tengah-tengah dikelilingi empat bhuta saudaranya di empat penjuru mata angin.
Yg menarik dari ajaran dari ajaran Kanda Pat ini, bersamaan dengan berkembangnya manusia, maka berkembanglah saudara mistisnya. Perkembangan tersebut ditandai perubahan pola hubungan. Bersamaan dengan berubahnya pola hubungan, maka berubalah nama, posisi, kemampuan, dan fungsi masing-masing. Lebih menarik lagi, hubungan mistis tetap berlanjut ketika manusia sudah mati. Artinya, manusia mengalami mati, namun saudara mistisnya tidak lagi mati setelah kematiannya terdahulu. Kapan mereka pernah mati?
Ketika masih di dalam kandungan (bhuwana alit) manusia bayi dibungkus, dijaga, dan diberi makan oleh keempat saudaranya. Hubungan keempat saudara dengan si manusia bayi adalah hubungan cinta apa adanya. Setelah kurang lebih sembilan bulan, maka tibalah saatnya si manusia bayi melakukan perjalanan penuh resiko menuju bhuwana agung. Perjalanan itu penuh resiko, karena si manusia bayi menempuh lorong sempit dan gelap bernama Goa Garbha dengan mata tertutup. Dahulu lorong itu adalah satu-satunya jalan menuju bhuwana agung.
Detik-detik menegangkan terjadi ketika terjadi manusia bayi hampir tiba di bhuwana agung. Keempat saudara mistis itulah yg mengantar. Ada yg membukakan pintu, ada yg melicinkan jalan, dan ada pula yg mengiringi dari belakang. Setelah benar-benar tiba di bhuwana agung, terjadilah kisah mengharukan. Keempat saudara mistis itu lalu "mati", sesaat setrlah mengantarkan manusia bayi ke bhuwana agung. Mereka mati demi hidup manusia bayi. Itulah sebabnya saudara mistis tidak lagi mati setrlah lepas dari awaknya.
Mereka tidak lagi mati, karena tidak lagi memiliki tubuh. Sedangkan si manusia bayi yg "berani" datang di bhuwana agung dengan tubuh, maka mau tidak mau kelak ia pasti akan mati. Karena ada hukum, bahwa yg akan mati adalah yg memiliki tubuh. Sebaliknya yg tidak memiliki tubuh tidak akan mati-mati. Ketika manusia mati itulah saatnya mereka berkumpul kembali seperti dahulu di kandungan ibu. Bedanya, mereka akan berkumpul kembali dalam keadaan sama-sama tanpa tubuh. Pola hubungan kembali ketika nanti sama-sama tanpa tubuh tentu tidak sama dengan pola hubungan ketika dulu sama-sama memiliki tubuh di dalam kandungan itu.
Seperti itulah penjelasan salah satu pustaka Kanda Pat, tentang manusia bhuta yg bersaudara mistis dengan bhuta. Ada beberapa jenis pustaka Kanda Pat yg populer di masyarakat, misalnya Kanda Pat Rare. Kanda Pat Bhuta, Kanda Pat Sari, Kanda Pat Dewa, Knda Pat Rajapeni. Masing-masing Kanda Pat itu memuat penjelasan berbeda sesuau dengan tahap perkembangan manusia. Yg dimak6dengan tahap perkembangan manusia adalah tingkat kesucian batin manusia. Semakin suci batin manusia, semakin naiklah derajat kesucian saudara misitisnya.
Shastra mengajarkan bahwa manusia bisa meningkatkan kesuciannya sampai pada tingkatan Dewa, bahkan melampui kesucian Dewa. Di sinilah berlaku thesis _*ia adalah bhuta, ia adalah manusia, ia adalah dewa*_
Misalnya, Kanda Pat Dewa menyebutkan, manusia ada di tengah-tengah dikelilingi oleh empat dewa di keempat penjuru. Keempat dewa tersebut adalah saudara mistisnya. Sungguh mencengangkan sejatinya, betapa dari tetesan darah kotor, air ketuban, ari-ari, bisa berevolusi menjadi dewa. Seperti itulah shastra yg mistis.
Komentar
Posting Komentar