"Bila dengan mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, dan seteguk air, juga akan diterima olehNya, mengapa seseorang mesti tenggelam dalam kerumitan membuat banten berbagai bentuk, jenis dan ukuran? Tidakkah itu merupakan kesia-siaan semata?" Demikian gumamnya menggugat... "Lebih-lebih Tuhan tak pernah meminta persembahan, bukankah lebih mulia bila perambahan itu diberikan kepada mereka yang membutuhkan? Yang kelaparan?" Ungkapnya penuh semangat. Mendengar celotehan itu, seorang sahabat menyahut lirih.... "Dalam Yajna Prakrti disebutkan bahwa salah satu makna banten adalah "pinaka raganta tuwi", wujud dari manusia itu sendiri. Mengejawantahkan makna itu, maka banten lebih ditekankan sebagai bentuk persembahan (suguhan). Jika mengutip Bhagavadgita seperti yang engkau nyatakan sebelumnya, maka tak salah jika sehelai daun, bunga, sebiji buah dan airpun sudahlah cukup. Di Bali, banten persembahan itu diwujudkan dalam bentu...