Langsung ke konten utama

Postingan

Meditasi Setra

 Tertulis dalam Lontar Tutur Bhaerawa Tattwa: Simbolisme dan Makna Mendalam Praktik Meditasi di Setra Dalam tradisi Bali, Lontar Tutur Bhaerawa Tattwa dikenal sebagai salah satu teks utama yang secara eksplisit menggambarkan praktik meditasi khas dari tradisi Bhaerawa. Teks kuno ini memberikan panduan rinci mengenai aspek esoteris dari sadhana (praktik spiritual), khususnya yang melibatkan meditasi di area pemakaman atau setra. Menurut ajaran yang terkandung dalam lontar ini, praktik meditasi di kuburan memiliki tujuan spiritual yang sangat dalam. Tempat yang secara umum dipandang sebagai tempat ketakutan dan kesedihan, justru menjadi lokasi sakral yang memiliki energi transformasi tertinggi. Di dalam setra, seorang praktisi Bhaerawa memandang bahwa tengkorak (kapala) sebagai simbol utama pelepasan identitas duniawi sekaligus upaya pembersihan batin secara menyeluruh. Dijelaskan bahwa memvisualisasikan tengkorak bukan sekadar tindakan simbolik biasa, melainkan mengandung arti filos...
Postingan terbaru

Perjalanan Diri

 Perjalanan menuju Harmonisasi Diri  1. #SUGIHAN_TENTEN #Buda_Pon_Sungsang ,.Disebut Sugihan Tenten karena merupakan hari Ngentenin atau  Memperingatkan, mengingatkan umat manusia bahwa sebelum Kemenangan Dharma tiba, Sang Bhuta Tiga akan hadir untuk menggoda umat manusia. 2. #SUGIHAN_JAWA   #Wrahaspati_Wage_Sungsang disebut SUGIHAN JAWA berasal dari dua kata ;      SUGI  memiliki arti bersih, suci.      JAWA ( Jaba ) yang artinya luar.  Sugihan Jawa adalah hari sebagai Pabersihan /Penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung).  Pada hari ini melaksanakan upacara yang disebut #Mererebu atau #Mererebon. Upacara Ngerebon ini dilaksanakan dengan tujuan untuk Nyomia / menetralisir segala sesuatu yang Negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Sanggah /Merajan, dan Rumah.  3. #SUGIHAN_BALI #Sukra_Kliwon_Sungsang disebut Sugihan Bali memiliki makna yaitu penyucian/pembers...

Bendesa Adat Sudaji Mengapresiasi Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa

 Bendesa adat Sudaji, Mengapresiasi Keberadaan Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa.  Singaraja, Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa memberikan Dharma Shanti sekaligus Dharma Tula Suksmaning Kepemangkuan, Uperengga Upacara Yadnya di Desa Adat Sudaji, Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng kota Singaraja pada hari Minggu, (2/4/2023) pagi. Ida Pandita Dukuh Celagi Daksa Dharma Kirti selaku pembina yayasan didampingi Ketua yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa Ir.Jero Mangku Ketut Suryadi menjelaskan, bahwa tujuan dari Yadnya adalah untuk mencapai kebahagiaan baik lahir maupun bathin.  Sebelum beliau melanjutkan, bahwa di dalam ajaran Kabodan ada 3 bentuk rambut yang di muliakan yakni  1. Magotro : angaras bahu 2. Amondi. : Megundul / maplontos  3. Angore    : Megambahan  Sesuai dengan perintah Ida Nabe, beliau ( Ida Dukuh Celagi) ngagem Angore (Megambahan).  Pada dasarnya seorang pemangku itu adalah seorang pelayan umat, demikian juga Seorang...

Catur Dasa Pitara

 

Meditasi Rwa Bhineda

Meditasi Rwa Bhineda merupakan teknik meditasi Tantra yang sederhana untuk mengamati keluar masuknya napas secara alami (napas tidak diatur). Ketika napas masuk ucapkan dalam hati aksara Ang dan ketika napas keluar ucapkan dalam hati aksara Ah. Kenapa napas harus diamati, karena napas (hangsa) adalah yang menopang kehidupan. Artinya napas yang memberikan daya kehidupan sehingga kita dapat menjalani karma dengan baik. Ketika kita mampu mengamati keluar masuknya napas secara mendalam, maka kita lebih bisa menghargai kehidupan. Demikian pula dapat mensyukuri hidup lebih dalam, kendatipun berada dalam penderitaan sekalipun. Kita bersyukur atas segala kondisi yang tengah dihadapi, sebab kita masih diberikan napas oleh alam. Mengapa mengucapkan aksara Ang dan Ah di dalam hati, ketika kita mengamati keluar masuknya napas. Aksara Ang dan Ah mewakili kekuatan Sanghyang Ibu Pertiwi dan Sanghyang Bapa Akasa. Ketika kita menarik napas, aksara Ang diucapkan di dalam hati agar kita terhubung dengan ...

TINGKAHING ADIKSANI

 Lepaskan Kulit Wangsa Sesuai Bongkol Pangasrayan "Tingkahing Adiksani (wangsa dewata)" Di dalam sebuah lontar berjudul "Bongkol Pangasrayan" terdapat ajaran "Tingkahing Adiksa." Di dalam teks  "Tingkahing Adiksa" tersebut terdapat ucapan tentang menghilangkan wangsa. Seperti berikut ini.  Tatacara melakukan Diksa. Pada saat melakukan ""Ndilah," kalau secara sekala Sang Guru Nabhe sebagai "Ongkara Merta," kalau secara niskala di dalam Sang Guru Nabhe sebagai perasaan bahagia. Sang Murid kalau secara sekala adalah "Ongkara Gni," kalau secara niskala di dalam Sang Murid sebagai perasaan yang terang benderang. Begitulah pada saat "Ndilah." menghilangkan "Sudra" (tingkahing adiksa, yan di ndilahe. Yan di sekala sang adi meraga Ongkara Merta, yan di niskala di jro meraga rasa liyang. Sang sisya yan ring sekala meraga Ongkara Gni, yan di niskala di jro sang sisya meraga rasa galang. Keto di ndilahe...

SANG HYANG KAMAHAYANIKAN

 SANG HYANG KAMAHAYANIKAN OM Nama Siwa-Buddhaya Sang Hyang Kamahayanikan telah ditulis pada permulaan era Jawa Timur dalam masa Mpu Sindok. Inilah bukti tekstual pertama yang menggambarkan eksistensi agama Siwa-Buddha di Indonesia. Mpu Sindok merupakan pendiri dinasti Isana yang berjaya dalam kerajaan Kadiri pada tahun 930 Masehi. Mpu Sindok pemeluk agama Siwa, namun kitab Sang Hyang Kamahayanikan yang bersifat Buddhistik lahir di dalam masa pemerintahannya. Hal ini memperlihatkan betapa dua agama ini mendapat tempat yang sama di dalam kehidupan kerajaan. Mpu Sri Shambhara Surya Warama dari Wanjang dikatakan telah merevisi buku panduan kaum Mahayana ini, pada masa pemerintahan Mpu Sindok. Pengarang ini juga dikatakan menulis buku Wajra-dhatu Subhuti-tantra. Buku ini merupakan buku favorit raja Kertanegara yang terkenal mempraktekkan ajaran Wajrayana. Peranan raja Mpu Sindok penting karena melahirkan guru Tantrik Mpu Sri Sambhara Surya Warama dari Wanjang. Kitab Sang Hyang Kamahayan...